Page 24 - Bengkulu-Sang Piatu Menjadi Raja
P. 24
Setelah musim panen setahun sekali, hamparan
sawah berubah menjadi hamparan padang rumput
tempat makan binatang ternak. Sapi dan kerbau ternak
diliarkan, merumput dengan lahap tanpa pernah
kekurangan makanan. Anak-anak gembala bersenang-
senang sambil berdendang menyanyikan lagu-lagu
kenangan dan pujaan keindahan alam. Kehidupan
di lingkungan pepohonan dan gemuruh air sungai,
terasa segar dan bersih, tanpa debu, tanpa deru dan
suara bising kendaraan kota. Yang ada hanyalah
pemandangan indah dari paduan warna dan keragaman
jenis tumbuhan di alam bebas dan hembusan angin dari
bukit menuju lembah yang luas terhampar. Keindahan
alam pun berpadu dengan alunan balada lagu-lagu
daerah, warisan dari nenek moyang anak-anak desa.
Itulah nyanyian tiruan asli dari kebiasaan sanak
saudara mereka di alam persawahan, tempat belajar
hidup tanpa buku, papan tulis, meja, dan kursi. Benarlah
kata pepatah Melayu, alam terkembang menjadi guru,
manusia pintar bertunjuk ajar. Semua itu dirasakan dan
dihayati sendiri oleh sang Piatu dengan saksama.
Di antara satu undakan sawah dengan sawah lain
ada beberapa gunungan tanah berbatu membentuk bukit-
bukit kecil. Di sela-sela batu itu ditanami pohon kelapa
yang berbuah lebat dan berdaun hijau. Di gunungan tanah
lain, ada pula pohon mangga, rambutan, durian, dan
17