Page 29 - Bengkulu-Sang Piatu Menjadi Raja
P. 29

dipaksakan sedikit.” Kemudian,  ia mengulangnya lagi,
            “Tidak mau dipaksakan sedikit,” gumamnya dalam hati.
                    Sepulang  dari  rumah  Raja  Mulia,   sang  Piatu
            jadi  rajin  mengerjakan salat  disertai  bacaan  doa  itu

            walaupun  dengan  bacaan  yang  hanya  sedikit.  Diam-
            diam nenek pengasuhnya menguping doa yang dibaca
            cucunya  setelah  salat.  Nenek  pengasuhnya  heran
            mendengar bacaan doa setelah salat Sang Piatu seperti

            itu.
                    “Cucuku,  apa  hanya  itu  bacaan  doa  yang  kau
            dapat dari Raja Mulia?”
                    “Iya Nek, memang hanya  sepatah kata  itu. Raja

            Mulia  berpesan,   Rajin-rajinlah  salat  setiap  waktu,
            hafalkan  dan amalkan doa itu.  Katanya,  yang paling
            penting mengamalkannya,” jawab sang Piatu, menirukan
            cara gurunya berujar.

                   “Ya! Kalau begitu nenek mengerti. Setelah salat
            dan  berdoa  harus  berbuat,  bekerja,  atau  berusaha
            sungguh-sungguh  untuk  mendapatkan  sesuatu  dan
            mencapai cita-cita.  Kalau  malas berbuat, harus mau

            memaksa  diri  sendiri  dengan  pikiran,  bukan  dengan
            perasaan. Cucu, kita harus bisa membedakan perasaan
            dengan  akal  pikiran.   Perasaan  kita   ada  “di  sini”, di
            hati,”   kata neneknya  sambil  menunjuk  bagian  perut

            di bawah dadanya.  “Makanya sering kita dengar,  ada
            orang  yang  merasa  sakit  hati  karena  perasaannya




                                         22
   24   25   26   27   28   29   30   31   32   33   34