Page 32 - Bengkulu-Sang Piatu Menjadi Raja
P. 32

Keesokan  harinya  ia  pamit  kepada  neneknya.
            Setelah dagangannya habis terjual, sang Piatu pergi lagi
            ke rumah Raja Mulia. “Hai sang Piatu, rupanya engkau
            benar-benar ingin  belajar salat lagi,” ujar Pesirah Raja

            Mulia.
                    “Tentu  saja  aku  ingin  belajar  sampai  tuntas,”
            jawab sang Piatu.
                    “Berapa banyak uang yang kaubawa hari ini sang

            Piatu?” tanya Raja Mulia.
                    “Hanya satu rupiah, Yang Mulia.”
                    “Wah, tahun lalu satu rupiah sekarang pun masih
            satu rupiah,” kata Yang Mulia.

                    “Ya, begitulah Yang Mulia, nenek  hamba memberi
            satu rupiah saja.”
                    “Jadilah, kalau begitu. Ikutilah kalimatku, “Kalau
            tidak mau dipaksakan sedikit,  kalau  ingin  ditahan

            sedikit,” ucap Raja. Kemudian sang Piatu mengulanginya
            dengan  semangat  sampai  hafal  mengucapkannya  di
            depan Raja.  Kemudian, ia disuruh pulang ke pondoknya
            di ladang menemani neneknya yang ditinggal sendirian.

                   Keesokan  harinya seperti biasa, pada pagi hari ia
            berkemas untuk berdagang ubi jalar dan ubi kayu, serta
            beberapa ikat sayuran yang dibawanya dalam keranjang
            pikulannya. Ia berkeliling desa sambil berseru, “Ubiii,

            ... ubiii, ... siapa mau beli? Ada pucuk singkong.  Ada
            pucuk  sensile (daun pepaya). Ada pucuk paku (pakis)!”




                                         25
   27   28   29   30   31   32   33   34   35   36   37