Page 44 - Bengkulu-Sang Piatu Menjadi Raja
P. 44

dengan lainnya. Suara baling-baling bambu yang riuh itu
            seperti suara sirene yang menandai gejolak kegaduhan.
                    “Nenek,  suara  apa  itu?”  tanya  sang  Piatu
            ketakutan. “Bukan apa-apa, Cu, itu suara baling-baling

            bambu  yang  kau  pasang  di ladang  kita!”  jawab  sang
            Nenek menenangkan.
                     Tidak terasa, malam hari sudah hampir berakhir.
            Hujan dan angin pun semakin lama semakin tenang dan

            tidak terdengar lagi suara baling-baling yang berdenyit.
            Ketika fajar telah menyingsing, sang Nenek dan cucunya
            bersama-sama  mengerjakan  salat  subuh  dilanjutkan
            dengan doa-doa setelah salat. Batu ajaib masih tetap

            berkedip redup terang,  tetapi tidak menakutkan lagi.
            Setelah selesai salat subuh, sang Nenek berujar.
                    “Seperti itulah, Cu, alam selalu memberi tanda-
            tanda  peralihannya.  Kelak  beberapa  saat  nanti  akan

            semakin  redalah  angin  yang  berhembus,  hujan  yang
            mengguyur,  dan  baling-baling  pun  akan  terdiam.    Ia
            hanya akan tegak berdiri tanpa bunyi ketika angin tak
            bertiup kencang.

                    Sebaliknya,  ketika  datang  angin  timur,  ia  akan
            menghadap  ke timur,  tetapi  dia  pun  akan  berputar
            sesuai  deras  lembutnya  hembusan  angin.  Ketika
            angin  bertiup  perlahan,  ia  akan  berputar  perlahan.

            Namun, ketika angin bertiup kencang, dia pun berputar
            kencang. Bahkan, kamu dapat lihat sendiri, ketika angin




                                         37
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49