Page 19 - Sarudin Pemikat Burung Perkutut
P. 19
“Din, kamu sudah besar sekarang? Apa saja yang kamu
kerjakan di desa?” tanya Juragan Pensiun sambil duduk di
samping istrinya.
“Biasa, Juragan, bertani. Saya mengolah sawah dan kebun
warisan orang tua saya. Hasil panen itu cukup untuk memenuhi
kebutuhan saya dan Bibi,” sahut Sarudin dengan tutur kata yang
sopan.
Juragan Pensiun memperhatikan Sarudin. la teringat pada
bapak Sarudin. Tutur kata Sarudin sama persis dengan tutur kata
bapaknya.
“Bagaimana keadaan bibimu,” lanjut Juragan Pensiun.
“Baik-baik saja Juragan, Bibi menyampaikan salam untuk
Juragan dan Ibu,” sahut Sarudin dengan agak kikuk. la tidak
menyangka Juragan Pensiun akan menanyakan keadaan ia dan
bibinya.
“Pak, itu perkutut pemberian Sarudin,” kata Agan
Amir sambil menunjuk ke sebuah sangkar yang berisi seekor
burung. Juragan Pensiun berdiri dan berjalan ke arah sangkar
itu. la memegang sangkar dengan tangan kirinya, kemudian
membunyikan jari kanannya. Bunyi jari itu memancing perkutut
itu berkicau. Juragan Pensiun mengangguk-anggukkan kepalanya
sambil tersenyum kecil.
“Bagus sekali perkututnya, Din. Bulunya indah dan
suaranya merdu.”
13