Page 22 - Riau-Si Bungsu
P. 22

Pak Ka Satu menunggu kelahiran putranya yang keenam
            dengan  cemas  karena  sang  istri  mengandung  dalam

            usia yang tidak muda lagi.
                 Sore itu langit tampak cerah. Matahari pelan-pelan

            meninggalkan  singgasananya.  Di  sela-sela  dedaunan
            tampak  sinarnya  berwarna  kemerah-merahan.  Tak

            berapa lama kemudian, sang surya pun tenggelam. Tiba-
            tiba di langit muncul awan hitam. Langit yang tadinya

            cerah  dalam  waktu  sekejap  berubah  menjadi  hitam
            kelam. Kemudian turunlah hujan dengan derasnya dan

            angin kencang disertai petir. Sementara itu, di dalam
            rumah Pak Sardim sedang menunggu kelahiran anaknya

            yang  keenam.  Tidak  lama  kemudian,  keluarlah  dukun
            bayi dari bilik sambil menggendong seorang bayi laki-

            laki.
                 “Pak,  ini  anak  Bapak  telah  lahir,  laki-laki,”  kata

            dukun bayi sambil menyerahkan bayi itu kepada Pak Ka
            Satu.

                 “Syukurlah,  anakku  lahir  dengan  selamat,  terima
            kasih, Nek,” kata Pak Ka Satu.

                 “Nek, anakku lahir di tengah hujan deras disertai
            angin dan petir, apakah ini pertanda buruk?” tanya  Pak

            Ka Satu.




                                          15
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27