Page 20 - Si Kabayan
P. 20

“Demi apa kamu, Kabayan?” tanya Nyi Endit lagi.
                 “Demi Nyi Iteung, Nyai!” kata Kabayan tegas.
                 “Ahh kamu ini. Mau maling saja membawa-bawa nama
            istri segala. Ayo! Ikut saya. Kita ke rumah Pak RT!”

                 “Waduh, Nyai, jangan atuh! Betul saya tidak maling.
            Sok mana barang buktinya?”
                 Lalu, Nyi Endit memeriksa Kabayan. Dilihat dari depan
            tidak ada yang mencurigakan. Dia memutari tubuh Kabayan.

            “Iya juga ya. Tidak ada,” kata Nyi Endit. “Sudah kamu pergi
            sana. Awas! Jangan ke sini lagi!” Nyi Endit membentak.
                 Tidak pikir panjang lagi, Kabayan langsung lari. Sambil
            lari dia menoleh ke Nyi Endit dan berteriak, “Dadah, Nyai!”

                 “Dasar si Borokokok! Mempermainkan orang tua.” Nyi
            Endit melengos.
                 Hampir  setengah  jam  Kabayan  berlari.  Napasnya
            terengah-engah. Akhirnya dia jalan biasa. Untung buah

            nangkanya cepat diceburkan ke sungai, kalau tidak, hhmmm
            ... bisa gawat urusannya. Kalau ketahuan Nyi Endit, Kabayan
            tidak hanya kena semprot, tetapi juga kena tampar. Nyi Endit
            kalau sedang marah selain memang suka mendamprat juga

            suka menampar. Tidak terbayangkan oleh Kabayan apabila
            pipinya kena tampar Nyi Endit. Sakitnya bisa ditahan, tetapi
            malunya itu.
                 Tak berapa lama kelihatan rumahnya. Nyi Iteung

            dan Emak sedang duduk-duduk di balai, menunggu
            kedatangannya. Mereka tidak menyadari Kabayan sudah



                                          9
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25