Page 22 - Si Kabayan
P. 22

“Yeuh, si nangka yang tidak dewasa mah, Mak!” Kabayan
            menyela.
                 “Ya Allah, mimpi apa saya, punya anak bodoh kayak
            kamu Kabayan.” Emak menepuk jidatnya.

                 Emak memutar badan dan langsung pulang ke rumahnya
            tanpa pamit karena kesal. Kabayan tanpa menghiraukan
            Emak yang pulang tanpa kata, mengajak istrinya, Iteung,
            ke tepi kali di pinggir rumahnya. Sungai di belakang kebun

            Nyi Endit memang mengalir ke kali di dekat rumahnya. Dia
            tadi menghanyutkan buah nangka karena sudah memastikan
            bahwa hanyutnya ke arah rumahnya. Dia dan istrinya
            menunggu sambil berjongkok, tetapi buah nangka yang

            ditunggu-tunggu belum datang juga.
                 Ketika Kabayan dan istrinya sedang menunggu,
            Abah datang. Dia melihat Kabayan dan anaknya sedang
            berjongkok. Dia heran anak menantunya jongkok di pinggir

            kali tanpa suara. Wajah mereka tampak gelisah. Abah
            mendekati mereka dan berkata, “Kabayan, Iteung! Lagi
            apa kalian jongkok di tepi kali? Tidak ada kerjaan!”
                 “Jangan ganggu atuh, Abah! Kabayan dan Iteung sedang

            khusyuk menunggu buah nangka pulang,” kata Kabayan
            tanpa melihat Abah. Matanya tertuju pada kali.
                 “Sejak kapan buah nangka berkaki? Pulang sendiri
            segala,” sahut Abah.








                                          11
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27