Page 25 - Si Kabayan
P. 25

“Astagfirullah, adduuuh, Akang. Akang teh mencuri
            nangka?” Nyi Iteung berteriak.
                 “Kamu teh sudah membuat malu orang tua, Kabayan!”
            Abah membentak dan matanya melotot.

                 “Eh tenang dulu, Kabayan mah tidak mencuri. Hanya
            memetik.” Sambil berkata, Kabayan cengar-cengir dan
            menggaruk-garuk pantat yang tidak gatal.
                 “Ternyata kamu, Kabayan yang mencuri buah nangka

            saya. Ayo kita sidangkan di Istana Presiden!” Pak Endit emosi.
                 “Jangan! Jangan bawa Kang Kabayan ke istana. Ini
            salah Iteung yang mengidam nangka.” Nyi Iteung nangis
            sesunggukkan.

                 Ketika  mendengar  Nyi  Iteung  menangis  karena
            mengidam buah nangka. Nyi Endit terenyuh juga hatinya.
            Bagaimana pun dia perempuan juga, dapat merasakan
            orang yang mengidam. Dia niatkan dalam hatinya untuk

            memberikan buah nangka itu kepada Nyi Iteung.
                 “Mengapa Iteung tidak bilang langsung ke Nyi Endit,”
            kata  Nyi  Endit  sambil  matanya  berkedip-kedip.  “Nih,
            dengarkan ya, ini buah nangka sengaja Nyai pelihara sampai

            matang untuk Nyi Iteung. Nyai mah sama bapaknya sudah
            bosan. Nyai sendiri bosan dijuluki si pelit. Nyai sekarang
            ‘kan baik hati, tidak sombong, dan ramah. Sekarang mah
            buruan belah nangka ini.”

                 “Wah, terima kasih, Nyi Endit dan Pak Endit,” mata Nyi
            Iteung berkaca-kaca bahagia.



                                          14
   20   21   22   23   24   25   26   27   28   29   30