Page 47 - Si Kabayan
P. 47

Nyi Iteung terkejut, bayangan Abah dan Ambunya
            buyar seketika oleh langkah-langkah orang di luar sana yang
            memanggil-manggil Abah dan Ambunya.
                 “Abah, Ambu, ayo kita ke ladang!” teriak suara orang

            di luar.
                 “Abah dan Ambu mah, sudah duluan,” balas Nyi Iteung.
                 “Na, nyubuh-nyubuh amat, Nyai?” kata orang itu sambil
            meneruskan langkahnya.

                 Nyi Iteung tidak membalas lagi, terus saja ia menjerang
            air dan menanak nasi. Lalu, ia menjerang air dan menanak
            nasi. Lalu, ia turun ke lebak, menuju pancuran sambil
            membawa cucian. Hari masih gelap, samar-samar, tetapi ke

            arah pancuran ia sudah hafal. Dari kejauhan terdengar suara
            teman-temannya yang sedang mencuci sambil bercanda.
            Nyi Iteung mempercepat langkahnya takut tidak kebagian
            tempat. Benar saja di pancuran ternyata sudah ramai.

                 “Nyai, mau nyuci?” tanya salah seorang.
                 “Ya,” jawab Nyai Iteung pendek.
                 “Silakan di sana!” kata seseorang itu sambil menunjuk
            pada sisi sebelah pinggir yang masih kosong.

                 “Mangga,” Nyi Iteung menjawab sambil terus ke pinggir
            sungai yang biasa dipakai mencuci. Ia mengeluarkan cucian
            dalam ember yang dibawanya sedari tadi.
                 Nyi Iteung terus mencuci, tidak berbicara lagi. Setelah

            selesai mencuci, ia lalu mandi. Air pancuran membasahi
            seluruh tubuh Nyi Iteung. Terasa seperti menembus pori-pori



                                          36
   42   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52