Page 48 - Si Kabayan
P. 48

sampai masuk ke tulang sumsumnya. Nyi Iteung kedinginan,
            menggigil. Buru-buru Nyi Iteung mengenakan kainnya, buru-
            buru naik hendak pulang.
                 “Na Nyai, mengapa buru-buru? Seperti takut ketinggalan

            kereta!” tanya teman-temannya.
                 “Oh, itu Aceuk, tadi teh lagi menanak nasi dan menjerang
            air,” jawabnya pendek.
                 “Oh, begitu? Ya, sok atuh, entar gosong nasinya!”

                 Tanpa berbicara lagi, Nyi Iteung setengah berlari ke
            rumahnya.
                 Masuk  ke dapur,  asap sudah  mengepul  dari
            ceret. Seeeng, tempat menanak nasi juga sudah berbunyi.

            “Ah, jangan-jangan dari tadi, ke mana si Borokokok? Belum
            bangun?” tanyanya dalam hati.
                 “Ah, si Borokokok mah tidak bisa diandalkan! Kerjaannya
            tidur melulu,” Nyi Iteung mengomel sambil terus menjerang

            air dan nasi yang sudah matang.
                 Tanpa terasa hari semakin siang. Matahari bersinar
            amat terang, udara amat nyaman menerobos sela-sela
            bilik dapurnya. Nyi Iteung sudah lama di dapur, nasi sudah

            matang, air juga sudah panas. Perut Nyi Iteung berbunyi,
            “Ah, rasanya lapar!”
                 Nyi Iteung mengambil piring dan menyendok nasi.
            “Tetapi, apa lauk-lauknya, ya?” Ia bertanya dalam hati.








                                          37
   43   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53