Page 52 - Si Kabayan
P. 52

“Enggak ah, takut tenggelam. Lihat tuh airnya sangat
            dalam, langit juga kelihatan dari sini. Apa Nyai mau jadi
            janda?”
                 Nyi Iteung sangat kesal. Tanpa ragu-ragu lagi suaminya

            didorongnya ke dalam sawah.
                 “Kalau hanya dikorek-korek dari atas galengan, mana
            bisa dapat tutut...!” Nyi Iteung melotot.
                 Byur,  si Kabayan jatuh ke sawah yang baru ditanami

            padi. Si Kabayan berkata sambil cengar-cengir, “Eh, kok
            dangkal, ya? Tadinya Akang kira dalam, soalnya ada bayang-
            bayang langit di airnya.”
                 Nyi  Iteung  tidak  berbicara  lagi.  Ia  berbalik  arah

            memunggungi Kabayan, pulang, sambil mengomel-ngomel,
            “Lain kali, kalau mencari tutut, jangan dikorek-korek dari
            atas. Turun! Tangkap dengan saringan atau tangkap dengan
            tangan.”

                 “Beres, Tuan Putri! Sekarang pulanglah! Kanda
            berendam dulu!” kata Kabayan kepada istrinya dengan
            bercanda.
                 Nyi Iteung dari jauh masih menjawab, “Tuan Putri, Tuan

            Putri! He, jangan lupa tututnya!”
                 “Jangan terlalu lama berendamnya! Iteung sudah
            lapar.” Nyi Iteung menjawab ketus.
                 Si Kabayan tidak menanggapinya. Ia hanya memandang

            punggung istrinya.





                                          41
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57