Page 58 - Si Kabayan
P. 58

penuh, dicakupkan, dipocong, dan ditali ujung-ujungnya
            sampai kencang.
                 “Duh, berat sekali,” katanya.
                 Abah duduk menunggu Kabayan. Namun, yang ditunggu-

            tunggu tidak datang, sedangkan hari sudah menjelang sore.
                 “Ke mana si Kabayan? Mengapa belum tampak batang
            hidungnya,” kata mertuanya berbicara sendiri. “Jangan-
            jangan pulang? Itu jeleknya Kabayan, harusnya memberi

            tahu orang tua kalau hendak pulang. Ini malah mengeluyur.”
                 Tanpa menunggu lagi, karung diangkat, dipikul di atas
            bahu, “Sangat berat,” pikirnya. “Tadi terlalu ditumpuk,
            tetapi mengapa keras?” tangannya meraba-raba karung.

            Karena berat, Abah berkali-kali istirahat sambil membanting
            karung yang berat. Si Kabayan menahan sakit, tetapi tidak
            berani bersuara karena takut. Si Kabayan sedikit sakit di
            dalam karung, tetapi selebihnya terasa nikmat karena lebih

            banyak dibawa di punggung mertuanya.
                 Abah akhirnya sampai juga di rumah, karung yang terasa
            berat langsung dilempar ke lantai. Sekilas terdengar suara
            yang mengaduh. Abah sempat terperangah, tetapi tampak

            tidak ada siapa-siapa. Ketika Abah ke air, si Kabayan buru-
            buru keluar dari karung. Tubuhnya agak lunglai, tulangnya
            sedikit ngilu, dan kakinya tidak dapat berdiri dengan benar
            karena terlalu lama dalam karung. Tertatih-tatih ia berjalan

            ke dalam rumah.





                                          47
   53   54   55   56   57   58   59   60   61   62   63