Page 62 - Si Kodok Kata Malem, Baik Budi Penawan Hati
P. 62
“Astaga …! Tega nian mereka berbuat sekejam itu!” sela ibu
istri si Kata Malem sambil mengusap dada.
Ibu si Bakal melanjutkan cerita, “Mereka melakukan hal itu,
barangkali mereka kerasukan atau … aku tidak tahu.”
“Sudah … sudah … meskipun kau tidak mau menjelaskan
kesalahan kakak-kakakmu, aku telah tahu,” sahut ayah istri si
Kata Malem, “kelima kakakmu itu sesungguhnya iri dan cemburu
kepada suamimu.”
“O …, begitu!” kata ibu istri si Kata Malem.
“Tapi, Tuhan Mahaadil, mengetahui hamba-Nya yang benar.
Dalam jurang itu aku melahirkan dengan mudah, tidak terasa sakit.
Kemudian, ketika si bakal berusia delapan tahun, aku mengajaknya
keluar dari jurang yang dalam itu. Kami lalu menumpang tinggal
di tempat janda tua. Nah, pada usia belasan tahun, si Bakal bermain
catur dengan seorang bapak. Si Bakal dapat mengalahkannya, yang
ketika itu ia tidak tahu bahwa bapak itu adalah ayahnya. Karena
bapak itu kalah, si Bakal membawa bapak itu pulang sebagai
taruhannya,” jelas istri si Kata Malem.
“Dan, di pondok itulah kalian dapat bertemu,” sahut ayah istri
si Kata Malem. Kemudian, ia segera memanggil kelima anaknya,
yang kebetulan mereka ada di kamar. Lalu, ia memarahi dan
56