Page 16 - Siluman Ular
P. 16

“Ayo, cepat kita lihat!” La Upe mengikuti tetangganya dari

            belakang.

                    Sesampainya  di rumah,  La Upe melihat  ayahnya sudah
            terbujur kaku. Ambo Enre memegang pergelangan tangan ayah. Ia
            berhenti sejenak sambil memperhatikan wajah La Upe.

                    “Bagaimana keadaan Ayah, Pak?” tanya La Upe penasaran.


                    “Ayahmu sudah meninggal. Kamu harus mengikhlaskannya
            agar ia tenang di alam sana.

                    “Meninggal?” tanya La Upe tidak percaya ketika mendengar
            kematian ayahnya.

                    “Ya,  terimalah  kenyataan  ini  dengan  ikhlas,”  kata  Ambo
            Enre.


                    Setelah mendengar kematian ayahnya, La Upe berusaha
            tegar dan  tabah.  Dibantu  tetangga-tetangganya,  La  Upe
            menguburkan jasad ayahnya di pemakaman umum. Setiap malam,
            ia tidak pernah lupa mendoakan orang tuanya.

                    Sejak ayahnya meninggal, La Upe sudah tidak bersekolah
            lagi  karena harus  menghidupi diri  sendiri.  Sebenarnya berat
            baginya harus meninggalkan sekolah, tetapi ia tidak mempunyai
            pilihan lain. Pekerjaan ayahnya sebagai penjual buah-buahan dan
            sayur-sayuran diteruskan olehnya. Setiap hari, pagi-pagi sekali ia

            harus pergi ke ladang. Apabila buah-buahan atau sayuran tidak
            didapatnya, ia membelinya dari tetangga dan menjualnya kembali.
            Sebagian penghasilannya disisihkan untuk bekal  merantau seperti




                                         10
   11   12   13   14   15   16   17   18   19   20   21