Page 12 - Cerita Siriway Warry
P. 12
“Ah, sudahlah, Cu, yang pasti kita harus bersyukur
kepada Tuhan karena hidup kita ini hanya karena
kemurahan-Nya. Sudah waktunya bagimu untuk bergaul
dengan teman-teman sebayamu di kampung-kampung
tetangga.” A Mau Meng memandangi Siriway dengan
serius pertanda bahwa cucunya harus menyetujui apa
yang dikatakannya.
“Aku tak berani lagi, Nek, apakah ada orang
yang mau berteman denganku?” tanyanya. Wajahnya
terlihat sedih.
“Pasti ada, Cu. Apalagi, dengan perawakan
tampanmu ini,” sahut A Mau Meng tersenyum.
Tampaknya, ia memahami isi hati cucunya.
“Aku tidak mau mendapat hinaan lagi, Nek.” Raut
wajah Siriway tampak sedih. Ia tampak melamun,
terdiam sesaat. Masih jelas dalam ingatannya kisah
sedih yang ia alami masa kecil dulu. Waktu itu, Siriway
suka bermain-main ke kampung-kampung tetangganya.
Pada suatu ketika ia datang ke kampung Ondoafi
Deponeway. Ondoafi merupakan pimpinan dari semua
kepala suku di wilayah itu. Ia ingin bermain dengan
anak-anak ondoafi tersebut. Siriway terpukau dengan
banyaknya anak-anak yang bermain di halaman rumah
5