Page 59 - Sumbar-Sapan Didiah-smp
P. 59
sudah duduk di belakang. Ia rela meninggalkan ibunya
berjalan sendirian.
“Untuk apa berpanas-panas begini,” ujarnya.
“Ya Tuhan, apa salahku. Mengapa anakku sudah
tidak bisa diatur? Apa salahku? Mengapa ia tumbuh
menjadi anak yang pembangkang seperti ini? Mengapa
ia menganggap aku seperti orang lain?” ratapnya.
Ia terus berjalan sendirian di jalanan yang panas
dan sepi. Hanya sesekali bertemu dengan orang lain
dalam perjalanan itu. Jika letih ia duduk. Kemudian,
ia melanjutkan perjalanan dengan harapan yang
menumpuk di pundaknya.
Sudah hampir Zuhur ia baru sampai di Pagaruyung.
Ia melihat anak gadisnya itu duduk di sebuah warung,
sambil minum teh panas dan kue talam. Ia semakin
galau dan bingung, bagaimana anaknya akan membayar
minuman dan kue itu, sebab ia tahu anak gadisnya tidak
mempunyai uang sesen pun.
“Ayo, sebentar lagi kita sampai di rumah Uni
Rubiah,” ujarnya kepada anaknya. Anaknya seperti
49