Page 74 - Sumbar-Sapan Didiah-smp
P. 74

Ditelah Sapan









                Ibu itu terus berjalan, menelusuri jalan-jalan yang

            berdebu  dan  terik  yang  menyengat.  Tidak  mungkin  ia
            berhenti  terlalu  lama,  rumahnya  masih  sangat  jauh.

            Karena  keletihan,  terkadang  si  Upik mendahuluinya.

            Tanpa  berkata  apa-apa,  ia  terus  berjalan  di  depan

            ibunya itu. Air yang dibawanya sudah habis. Ia sangat
            keletihan dan haus. Di jalan itu tidak bertemu orang lagi

            untuk meminta air.

                Di  sebuah  persimpangan  ia  merasa  mendapatkan

            semangat baru karena di depannya ia melihat sebuah
            telaga kecil. Orang-orang menyebutnya sapan. Airnya

            sangat    jernih.  Konon  airnya  tidak  pernah  kering

            walaupun di musim kemarau.

                Si ibu pun berhenti di pinggir telaga itu. Si Upik yang
            juga sudah kehausan ikut juga berhenti. Namun, si Upik

            diam saja dan tidak menegur ibunya walau sepatah kata

            pun.







                                        64
   69   70   71   72   73   74   75   76   77   78   79