Page 23 - Sultra-Teladan Si Buu-buu
P. 23

“Oh, ke mana saya harus
                                       mencarinya? Sebentar lagi sore

                                       dan sepertinya akan turun hujan.”
                                           “Entahlah, Mimi. Silakan Mimi

                                cari sendiri. Mungkin saja Buu-Buu masih
                             berada di pantai. Saya ingin tidur sekarang.”
                         Karoa menjawab tanpa  sedikitpun  merasa

                  bersalah. Ia yakin Buu-Buu sudah mati saat ini. Jadi,
            tidak ada alasan harus merasa takut perbuatannya akan

            ketahuan.
                 Mimi Buu-Buu bergegas menuju pantai. Hembusan

            angin siang agak kencang. Beruntung bulu-bulunya tebal
            hingga tidak merasa kedinginan. Mimi Buu-Buu bolak-balik

            menyusuri pantai. Sesekali ia menengok ke atas mungkin
            saja Buu-Buu sedang mengitari langit lautan. Ia putus

            asa dan hampir meninggalkan pantai ketika sayup-sayup
            didengarnya suara rintihan. Sarere bertubuh besar itu

            menajamkan pendengaran. Lalu mempercepat geraknya
            menuju arah suara rintihan. Jantungnya berdebar kencang
            merasakan firasat yang tidak enak. Benar saja, di

            bawah pohon kelapa Mimi Buu-Buu melihat
            anaknya terkapar lemah.

                       “Buu-Buu,





                                          14
   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27   28