Page 42 - Sultra-Teladan Si Buu-buu
P. 42

“Ha, ha, ha, Tunggu saja sampai kalian semua mati!
            Setelah itu, aku akan menjadi penguasa tunggal di sini!”

            Karoa tertawa dalam hati.
                 Sudah satu bulan Karoa tinggal di Pulau Buah. Tidak

            sabar ia ingin mewujudkan keinginannya untuk menguasai
            pulau itu. Lama-lama ia menjadi bosan karena tidak ada
            monyet lain. Ia juga tidak bisa berbuat apa-apa. Ia bosan

            karena harus patuh pada ratu semut. Ia berpikir, tubuhnya
            lebih besar daripada semut-semut hitam. Harusnya ia yang

            menjadi pemimpin di hutan itu, bukan si Laulu ratu semut.
                 Karoa pun bertanya pada Laulu, “Wahai Ratu Semut,

            bolehkah aku mengajak teman-temanku monyet lain ke pulau
            ini?”

                 Laulu menjawab dengan bijak, “Tentu saja, Karoa. Pulau
            ini bukan milikku sendiri. Siapa saja boleh tinggal di sini,

            asalkan harus ikut menjaga dan merawat tumbuhan di sini.
            Ajaklah para monyet ke sini. Kita hidup bersama-sama di

            pulau ini.”
                 “Baiklah, Laulu. Suatu saat akan kuajak monyet-monyet
            ke sini,” kata Karoa.

                 Setelah itu, Karoa makan buah dengan perasaan senang.
            Karena kekenyangan, ia pun tertidur pulas. Sementara itu, di

            langit yang membiru, Buu-Buu mengitari pulau yang penuh





                                          33
   37   38   39   40   41   42   43   44   45   46   47