Page 43 - Sultra-Teladan Si Buu-buu
P. 43
pohon buah sambil memandangi Karoa yang sedang terlelap
di atas sebuah pohon yang buahnya sedang lebat.
“Semoga di pulau ini kau bisa berubah menjadi lebih
baik, Sahabatku!” kata Buu-Buu.
Seminggu berlalu. Karoa sudah tidak sabar ingin menjadi
penguasa Pulau Buah. Ia bosan hanya menjadi pendatang
di pulau ini. Ia merasa tidak puas jika harus berbagi buah
dengan para semut dan ulat-ulat. Ia ingin segera mengajak
para monyet lain untuk pindah dari Pulau Kulisusu ke Pulau
Buah supaya para monyet tidak lagi tinggal bersama burung
sarere dan bangau. Karoa sudah merasa para monyet tidak
cocok lagi untuk tinggal bersama para burung.
Di suatu malam yang dingin, mendung membayang sejak
pagi di Pulau Buah. Saat seisi penghuninya sedang terlelap,
Karoa mengendap-endap sambil menarik satu jerigen berisi
penuh minyak tanah yang ditemukan dalam sebuah perahu
kandas di tepi pantai. Ia lalu menyirami sarang-sarang
semut yang ada di Pulau Buah. Semua sarang semut hitam,
termasuk sarang Laulu basah tersiram minyak tanah. Belum
sempat semut-semut itu tersadar, Karoa sudah meghidupkan
api dan melemparkan ke sarang semut.
“Blaaar! Wuusss!”
Dalam sekejap, ratusan semut hitam tidak berdosa
menggeliat kepanasan. Pulau Buah membara oleh api. Karoa
34