Page 52 - Sultra-Teladan Si Buu-buu
P. 52
“Karoa! Karoa!”
Kepanikan Buu-Buu semakin memuncak ketika gurita
raksasa mulai menggeliat mengamuk. Delapan belalainya
melilit dan mencabuti pohon-pohon yang masih utuh. Sesaat
Buu-Buu terpana menyaksikan gurita yang menerjang tanpa
arah. Lalu, tiba-tiba terdengar teriakan Karoa.
“Tolong, aduh, tolong!”
Buu-Buu terbang turun. Kepakan sayapnya terhenti
tepat di depan Karoa. Namun, harapannya sirna. Tangisnya
serasa ingin pecah. Ia melihat tubuh Karoa berada dalam
lilitan belalai gurita raksasa.
“Karoa! Oh, tidak! Karoa!”
Di sela teriakannya dan rintihan Karoa, Buu-Buu
terbang naik-turun, ke kiri ke kanan mencari sela agar dapat
menyelamatkan sahabatnya.
“Pergi, Buu-Buu. Pergi! Mengapa kau kembali?” Karoa
berteriak dengan napas susah. Belalai gurita menyeret tubuh
Karoa yang sudah lemah ke tengah laut.
“Tidak Karoa. Oh, bagaimana aku harus menolongmu?”
ucap Buu-Buu memaksa diri. Ia menyelinap di antara belalai-
belalai gurita. Karoa menyaksikan usaha Buu-Buu di antara
napasnya yang tinggal setengah-setengah. Ada bulir bening
tergenang di kedua sudut matanya.
43