Page 20 - Terdampar di Renah Majunto
P. 20

“Makzu, jika masih berada di sekitar sini, Belanda akan

                    tahu kalau penduduk desa masih ada yang hidup Makzu,”
            ujar Riri setelah beberapa saat.

                    “Dari mana mereka akan tahu?”

                    “Obor,” kata Riri dengan tangkas.


                    “Aaaah, anak yang cerdas,” kata Makzu dalam hati.

                    “Kamu  benar, Riri.  Namun, kita  berada jauh  di dalam
            hutan belantara yang belum pernah dijelajahi oleh Belanda. Kita
            memiliki kelebihan di hutan ini karena banyak di antara kami yang
            sudah mengenal seluk-beluk hutan ini dengan baik,” ujar Makzu
            sambil tersenyum puas.

                    Mereka  berjalan  menembus  hutan  belantara  Kerinci.
            Suasana  di  hutan  itu terasa mencekam. Orang-orang memilih
            berjalan sambil diam. Di samping menghemat tenaga, mereka juga
            sudah terlampau lelah. Suasana hati mereka pun sangat sedih atas

            meninggalnya saudara dan tetangga mereka. Kabut tebal sudah
            menyelimuti hutan tersebut sehingga jarak pandang pun terbatas.
            Bulan sudah tidak tampak.

                    Jika tak ada obor-obor, pasti mereka akan terpisah-pisah
            dari rombongan. Udara pun terasa sangat dingin.

                    Untungnya mereka semua bergerak terus-menerus

            sehingga udara dingin yang  menggigit  tulang  pun  tidak  terasa.
            Selain itu, banyak di antara mereka yang terpeleset karena tanah
            yang  mereka  pijak  licin  setelah  terkena  hujan  yang  mengguyur
            daerah sekitar itu pascapenyerangan Belanda.


                                         15
   15   16   17   18   19   20   21   22   23   24   25