Page 30 - Terdampar di Renah Majunto
P. 30
Dibandingkan udara di luar bangunan yang dingin, udara
di dalam dapur itu sangat hangat. Selain itu, harum makanan yang
sedang dimasak membuat air liur Riri hendak menetes.
“Pasti nyaman di dalam sana,” batin Riri. Ia teringat
kembali pada ibunya di rumah dan kegiatan yang sama yang
dilakukannya pada pagi hari seperti ini. “Apa yang sedang ibuku
lakukan? Apa ia tahu kalau aku menghilang?” tanya batin Riri.
Di bangunan yang terletak di seberang dapur, ada rumah
panggung yang kira-kira sama besarnya seperti dapur umum di
seberangnya. Di dalamnya ada beberapa orang laki-laki yang
sedang berunding. Riri seperti mengenali dua orang di antara
mereka. Akan tetapi, Riri hanya menduga.
Ia teringat postur tubuhnya. Ia sama sekali tidak melihat
wajahnya karena pada saat itu lelaki itu memunggunginya.
Sepertinya, laki-laki itu yang dilihatnya di hutan bersama orang
Belanda itu kemarin sore. Entah ia memberikan informasi kepada
orang Belanda itu atau justru kebalikannya. Namun, Riri hanya
bisa bertaruh dalam hati bahwa laki-laki itu sebenarnya adalah
mata-mata Belanda. Selain itu, ada Depati Parbo.
Riri meninggalkan bangunan tersebut. Pikirannya kacau.
Ia jadi merasa sangat gelisah ketika laki-laki yang diperhatikannya
itu ternyata juga sedang melihatnya. Riri juga mulai khawatir
dengan keselamatannya sendiri. Apakah ia akan bisa kembali ke
dunianya? Namun Riri tahu, dirinya tidak akan menangis. Ia akan
berusaha sekuat tenaga membantu perjuangan rakyat daerah
Kerinci itu dengan apa yang diketahuinya.
25