Page 45 - Terdampar di Renah Majunto
P. 45
Ia terlihat seperti seseorang yang selalu mendahulukan
kepentingan orang lain dan menaruh rasa hormat yang luar biasa
kepada semua orang. Kira-kira, ia berumur 30 tahunan sama
seperti Panglima Juwad. Meski bisa dibilang rupawan, tetapi Riri
bergidik ketika mengingat apa yang telah dilakukan pria bernama
Amir ini.
Ketegangan di dalam ruangan makin terasa ketika Amir
duduk di tempat yang ditunjuk di sebelah Tuan Depati. Riri
memperhatikan raut wajah Panglima Juwad yang memandang
Amir dengan tajam dan seperti ingin menerkamnya. Namun,
genggaman tangan Puti Mas Urai menahan sang panglima untuk
tetap duduk dengan tenang di tempatnya.
Rapat pun dimulai. Depati Parbo membuka rapat tersebut.
“Saudaraku sekalian yang kusayangi dan kuhormati,
aku tidak akan berbicara panjang lebar. Pada malam hari ini
kita berkumpul di sini untuk mengatur strategi melawan invasi
Belanda di wilayah kita tercinta ini. Kita semua sama-sama paham
bahwa kita tidak mau berada di bawah kekuasaan Belanda karena
kita sudah menyaksikan kekejaman mereka di berbagai wilayah
di sekitar kita. Lihat saja kekejaman mereka memperlakukan kita
bagai budak untuk bekerja di perkebunan mereka di Deli dalam
rangka tanam paksa untuk memenuhi kebutuhan ekspor Belanda
ke Eropa. Kita seharusnya menjadi tuan di rumah kita, di tanah
kita sendiri!” ujar Depati Parbo dengan bersemangat yang diamini
oleh seluruh penghuni ruangan.
40