Page 49 - Terdampar di Renah Majunto
P. 49

“Kamu, Imam,” lanjut Depati Parbo yang duduk tak jauh

            dari Syaiful.

                    “Pergilah ke daerah Kerinci Tengah. Buatlah pertahanan
            di daerah Sungai Penuh, Pondok Tinggi, hingga Tanah Kampung,
            Penawar, Hiang, dan sekitarnya. Jangan lupa juga daerah Semerah
            dan Tanjung.”

                    Pemuda bernama Imam itu adalah seorang yang gemuk
            dengan pipi memerah layaknya orang mabuk. Matanya juga terlihat
            sayu seperti orang mengantuk. Namun, ia adalah seorang pemuda
            yang selalu waspada akan keadaan di sekelilingnya, berotak tajam,
            dan punya sepak terjang yang kejam di medan perang.


                    “Baiklah,  Tuan  Depati,”  katanya.  Suaranya  terdengar
            cempreng dan melengking tinggi. Riri hampir saja tertawa lebar
            ketika mendengar suara Imam jika saja situasinya tidak seserius
            ini.

                    “Urai?” Depati Parbo memandang istri Panglima Juwad.


                    “Aku akan menghimpun semua wanita di daerah ini untuk
            melawan Belanda bersama Makzu, Tuan Depati,” katanya sembari
            memandang  Makzu.  Kata-katanya  terdengar mantap  dan tanpa
            keraguan sedikit pun. Makzu mengangguk setuju dengan Urai.

                    “Kamu,  Juwad.  Kamu  akan  tetap  tinggal  di sini untuk
            mempertahankan Renah Manjuto ini dan daerah di sekitarnya,”
            kata Depati Parbo.


                    “Baiklah, Tuan Depati.”




                                         44
   44   45   46   47   48   49   50   51   52   53   54