Page 52 - Terdampar di Renah Majunto
P. 52
Sebelum ia terjatuh, ia sempat melihat Panglima Juwad
gugur terkena terjangan peluru. Begitu juga dengan Makzu.
Riri terguling-guling menuju dasar jurang sambil terus
memikirkan Makzu dan Panglima Juwad. Meskipun ia ingat
apa saja yang terjadi selanjutnya selama perang, tetapi hatinya
tertahan pada Makzu. Ia tidak lagi merasakan kesakitan ketika
jatuh di dasar jurang. Harusnya ia mati. Namun, ia terbayang Puti
Mas Urai memimpin perjuangan rakyat Kerinci bersama Depati
Parbo dan akhir kekalahan mereka di hadapan Belanda. Riri
tersedu-sedu, bukan menangisi rasa sakitnya atau rasa takutnya
tidak akan pernah kembali ke dunianya. Ia menyesali kekalahan
mereka.
Namun, ia juga bangga pada keberanian mereka. Ia juga
sedih kehilangan mereka.
Tangan yang halus menyentuh bahu Riri. Ia berharap itu
Makzu.
“Nak, perpustakaan sudah tutup. Ayo, kita pulang. Besok
ke sini lagi, ya.”
“Makzu ....” Riri masih menangis tersedu.
“Nak, mengapa kamu menangis? Siapa Makzu?” Tangan
halus itu menghapus air mata Riri.
“Ayo, di mana rumahmu, kuantar kamu pulang.” Pandangan
mata Riri masih kabur sehingga wajah di hadapannya tidak jelas.
47