Page 8 - Terdampar di Renah Majunto
P. 8
Riri membuka matanya. Ia memicingkan sepasang kelopak
mata yang agak sipit itu karena silau cahaya matahari. Ketika
matanya sudah bisa menyesuaikan dengan cahaya di sekitar,
perlahan ia duduk.
“Aaaah, dia sudah bangun!” seru sebuah suara cempreng
yang ternyata setelah diamati berasal dari salah seorang bocah
laki-laki yang mungkin seusia dengannya, menjelang remaja.
Tiba-tiba banyak anak yang keluar dari semak belukar. Riri
yang masih bingung berusaha mengamati keadaan sekelilingnya.
Ia terduduk di tengah-tengah hutan dengan semak-semak yang
tumbuh di sana-sini. “Waaah, ini tempat yang cocok untuk main
petak umpet,” ujar Riri dalam hati.
Hutan itu sepertinya sudah mulai gelap karena sinar
matahari sudah mulai menghilang. Lagi pula, udara di hutan itu
juga mulai terasa dingin di kulitnya.
Riri mengalihkan perhatiannya dari tempat ia berada
kepada sekumpulan bocah yang tiba-tiba keluar dari semak-
semak. Bocah-bocah itu ada yang ukuran tubuhnya lebih kecil
daripada ukuran tubuh Riri. Namun ada juga beberapa bocah yang
ukuran badannya lebih besar. Saat ini mereka pun mengamati Riri
dengan penasaran, sama seperti Riri yang mengamati mereka
dengan penasaran. Pakaian mereka jelas bukan pakaian yang
lazim dipakai oleh teman-teman Riri. Mereka mengenakan sarung
yang dililitkan di pinggang, sementara baju atasan yang mereka
kenakan adalah jenis pakaian yang biasa dilihatnya di TVRI
ketika ia menonton acara TVRI lokal Jambi saat berlibur di rumah
sepupunya.
3