Page 27 - Cerita Terjadinya Kampung Tablanusu
P. 27

terhanyut.  Tanpa  ia  sadari,  di  sebuah  cabang  pohon
            tersebut bertengger pelong, si biawak hijau. Binatang
            melata ini merayapi ranting-ranting mengejar serangga.
            Tiba-tiba pelong atau biawak hijau ini jatuh dari atas

            pohon matoa dan hinggap di atas bahu Sirwari Wai. Dia
            sangat kaget.
                 ”Ya  Tuhan!  Apa  ini?”  teriaknya.  Karena  kaget,  ia
            melemparkan binatang ini ke tanah.

                 Suasana  tiba-tiba  berubah.  Langit  berubah
            menjadi gelap gulita. Angin bertiup kencang. Di langit
            guntur  menggelegar.  Kilat  menjulur  laksana  lidah  api
            panjang. Siriwari Wai segera meninggalkan tempat ini

            dan berjalan ke gua tempatnya berlindung. Dari mulut
            gua ia menyaksikan air hujan tercurah ke bumi dengan
            derasnya.  Anehnya,  air  yang  tercurah  dari  langit  itu
            semuanya  mengarah  ke  satu  tempat.  Seperti  sudah

            diatur,  air  itu  terkumpul  di  tempat  jatuhnya  pelong
            tersebut.
                 ”Aneh,  mengapa  semua  air  mengarah  ke  tempat
            jatuhnya pelong tadi, ya,” gumam Siriwari Wai.

                 Mula-mula air yang terkumpul hanya sedikit. Lama
            kelamaan air yang terkumpul semakin banyak. Siriwari
            wai takjub melihat kejadian itu. Perlahan-lahan tempat
            jatuhnya pelong, si biawak hijau, tersebut secara ajaib

            berubah  menjadi  rawa  dan  sampai  sekarang  rawa
            tersebut masih ada.





                                         21
   22   23   24   25   26   27   28   29   30   31   32