Page 44 - Cerita Terjadinya Kampung Tablanusu
P. 44

tersebut  menyerahkan  sebuah  buku  berkulit  tembaga
            kepada Alceng.
                 ”Alceng,  anakku,  berhentilah  menangis!  Ini,  aku
            serahkan  sebuah  buku  berkulit  tembaga  untukmu.

            Buku ini sangat berharga maka rawatlah baik-baik. Jika
            mengetahui isi buku ini, mereka semua akan menyesal
            karena tidak mengambilnya,” bujuk Siriwari Wai kepada
            Alceng.

                 Alceng mendongakkan wajahnya dan berkata.
                 ”Terima kasih atas kebaikan Pace (pak) sama Mace
            (bu). Selama ini aku hidup seorang diri. Aku tidak punya
            ayah  dan  ibu.  Tidak  ada  orang  yang  memperhatikan

            aku. Orang-orang itu bahkan sering mengejekku,” kata
            Alceng.
                 Trenyuh hati Siriwari Wai dan istrinya mendengar
            penuturan  Alceng.  Mereka  memegang  pundak  Alceng

            sambil mengusap rambutnya.
                 ”Bersabarlah,  Nak, Tuhan  senantiasa  bersama
            orang-orang yang bersabar,” hibur mereka.
                 ”Terimalah  buku  ini.  Pelajarilah  baik-baik  agar

            engkau  mendapatkan  kearifan  ilmu  di  dalamnya.
            Memang  tidak  mudah  mempelajari  ilmu,  perlu
            perjuangan  dan  usaha  keras,  tetapi  yakinlah,    Nak,
            Tuhan  akan  mengangkat  derajat  orang-orang  yang

            berilmu,” kata Siriwari Wai dengan penuh kasih sayang.
                 ”Terimalah buku ini, Nak!” katanya.





                                         38
   39   40   41   42   43   44   45   46   47   48   49