Page 52 - Cerita Terjadinya Kampung Tablanusu
P. 52

”Cahaya apa. Ko (kau) berhenti tipu sudah,” jawab
            yang lainnya.
                 ”Hei,  sa  (saya)  tra  (tidak)  tipu.  Ko  lihat  sendiri
            sudah. Itu yang di dekat bukit. Ko lihat to. Ada cahaya

            terang bersilau dari mulut gua.”
                 ”Oh, iyo ko (kau) betul. Mari tong (kita) ke sana.”
                 Berbondong-bondong  mereka  menuju  ke arah
            sumber  cahaya  tersebut.  Setibanya  di sana  mereka

            mendapati  Siriwari  Wai,  Mapandemen,  dan  ternyata,
            mereka melihat kedua orang tua bersama Alceng sudah
            ada di depan pintu. Ketiganya telah bersiap-siap untuk
            turun ke bawah bumi.

                 Orang-orang berbondong-bondong mendekati pintu
            batu  itu.  Mereka  melihat  ketiga  orang  tersebut  mulai
            masuk satu per satu ke dalam pintu lubang batu. Siriwari
            Wai turun pertama, disusul Mandepamen, istrinya, dan

            yang terakhir Alceng anak angkatnya.
                 Sebelum turun, Alceng menengok kepada saudara-
            saudaranya  sambil  menunjukkan  buku  kulit  tembaga.
            Sambil mengangkat buku itu ke arah langit, ia berucap.

                 ”Saudara-Saudara  yang  saya  kasihi,  selamat
            tinggal. Selama hidup di dunia ini kamu harus bekerja
            keras.  Kamu  akan  bersimbah  keringat.  Kamu  harus
            menggosok  arang,  dan  menjadi  budak  bagi  orang

            lain. Penderitaanmu akan berakhir hingga kamu kenal
            saya  dan  kenal  buku  tulis  tembaga  ini.  Jika  kamu





                                         46
   47   48   49   50   51   52   53   54   55   56   57