Page 36 - Sulteng-Tiga Sekawan dan Posalia
P. 36

“Iya,  Tovasa.  Untung  kamu  membawa  pisang  ini.
            Saya sangat lapar,” lanjut Deakutu.
                 Setelah  selesai  makan  pisang,  mereka  lalu  duduk

            bersandar  sambil  selonjoran.  Deakutu  menggoyang-
            goyangkan kedua  kakinya. Setelah hening sejenak,

            mereka lalu berbaring. Namun, mereka tidak bisa tidur
            dan hanya memikirkan nasib mereka yang telah kalah
            taruhan lima belas ringgit.

                 “Kita  kehilangan  uang  lima  belas  ringgit.  Uang
            itu adalah uang simpanan kita bertiga untuk membeli
            makanan.  Apalah  daya  kita  sekarang,  kawan,”  ucap

            Deakutu  yang  berbaring  menghadap  ke  atap  dan
            menjadikan tangannya sebagai bantal.
                 “Kita tidak punya apa-apa lagi sekarang. Kita

            juga  tidak  bisa  meminta  bantuan  tetangga  karena
            mereka juga butuh makanan,” tambah Bugilepa sambil

            menggaruk betisnya yang gatal.
                 “Seharusnya kita tidak usah ikut pertandingan adu
            ayam,” kata Deakutu.

                 “Memangnya  mengapa,  Deakutu?  Kita  ‘kan
            berharap ayam kita yang akan menang,” ujar Tovasa

            menimpali.
                 “Iya,  seharusnya  kita  tidak  usah  menghabiskan
            uang kita untuk  membeli seekor ayam. Lebih baik uang



                                          26
   31   32   33   34   35   36   37   38   39   40   41