Page 22 - Tombak Si Bagas Marhusor
P. 22

“Baiklah,  Ayah.  Saya  mengerti,”  kata  Si  Bagas


                     Marhusor.


                            Menjelang subuh, penduduk desa mendengar suara


                     babi  hutan  sedang  menuju tempat  mereka. Mereka  pun


                     bersiap-siap untuk menghalaunya.


                            Di  rumah  Partiang  Nabulus,  api  tungku  selalu


                     menyala. Ketika ayam berkokok, Si Bagas Marhusor duduk


                     sambil  memegang  tombaknya.  Ibu,  ayah,  dan  adiknya


                     dibiarkan lelap tertidur. Saat itu, dia bacakan mantranya,


                     “Sepotong  kayu  terbelah,  kulit  kayu  tembus,  dan  yang


                     tidak  retak  terkuak.  Orang  baik tidak  boleh  dikalahkan


                     orang  jahat  supaya  jangan  diperhamba.  Demikian,  ya,


                     Kakek. Berikan aku semangat dengan yakin penuh. Pada


                     jari-jemariku beri kekuatan untuk menancapkan tombak


                     ini kepada penjahat yang menyerangku.”


                            Dari  luar  rumah  terdengar  suara  memanggil.  Ibu,


                     ayah,  dan  adiknya  pun  terbangun.  Tidak  berlama-lama,


                     Si Bagas Marhusor cepat pamit, “Ibu, ayah, dan adikku,


                     saya akan berangkat. Teman-temanku sudah menunggu.”









                                                          16
   17   18   19   20   21   22   23   24   25   26   27